Berita Seputar Artis & Entertainment

Pakar Tegaskan Belum Ada Bukti Ilmiah BPA pada Air Galon Kemasan Polikarbonat Pengaruhi Metabolisme Tubuh

Pakar Tegaskan Belum Ada Bukti Ilmiah BPA pada Air Galon Kemasan Polikarbonat Pengaruhi Metabolisme Tubuh

artis-indonesia.net – JAKARTA – Badan Pengawas Jalan keluar lalu Makanan (BPOM) pada April lalu telah terjadi menerbitkan peraturan terbaru, yakni Peraturan BPOM No. 6 Tahun 2024 tentang label pangan olahan. Peraturan ini menambahkan dua pasal dari aturan BPOM terdahulu No. 31 Tahun 2018, khusus untuk air minum pada kemasan (AMDK).

Salah satunya mengenai kewajiban pencantuman label pada air minum di kemasan berbahan plastik polikarbonat bertuliskan ‘dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melegakan BPA pada air minum di kemasan’. Sosialisasi lalu edukasi tambahan lanjut sangat diperlukan untuk menghindari peluang polemik yang digunakan kemungkinan besar muncul akibat kesalahpahaman dan juga persepsi yang tersebut simpang siur terhadap pasal tambahan ini.

Guru Besar Pengetahuan Rekayasa Proses Pengemasan Pangan IPB Prof. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.T.P., DEA di forum Diskusi Pakar Bersama Jurnalis Kesehatan: Diskusi NGOBRAS dalam Jakarta, Selasa (10/9/2024), menyampaikan, yang terpenting adalah penduduk perlu memahami dengan benar kondisi apa yang sanggup menyebabkan BPA luruh dari kemasan serta masuk ke air minum.

“Biasanya, migrasi atau luruhnya BPA dari kemasan ke air minum dalam pada galon hanya sekali terjadi pada kondisi tertentu. Misalnya, jikalau dipanaskan di suhu lebih besar dari 250 derajat celcius,” katanya.

Nugraha menambahkan, di proses produksi AMDK tiada ada proses pemanasan yang terjadi. Hanya, mungkin saja terpapar matahari pada proses distribusi, itu pun dengan suhu di tempat bawah 50 derajat celcius. Oleh sebab itu, risiko migrasi BPA ke air minum dari kemasannya akan sangat kecil.

“Masyarakat bukan perlu khawatir dengan risiko paparan BPA pada kemasan galon berbahan polikarbonat. Apabila telah mendapat izin edar BPOM, maka itu menjadi jaminan bahwa komoditas yang disebutkan aman dikonsumsi,” ujarnya.

Mendukung pernyataan Nugraha, Komunitas Studi Polimer yang dimotori oleh para peneliti serta ahli polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB) sudah pernah merilis hasil penelitian independen uji keamanan dan juga kualitas air minum pada kemasan galon berbahan polikarbonat dari berbagai merek ternama di dalam Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sampel air minum di kemasan galon yang dimaksud diuji terbukti tidaklah mengandung BPA kemudian sudah pernah sesuai dengan standar juga regulasi yang digunakan ditetapkan oleh pemerintah, juga standar internasional sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat.

Tidak hanya sekali di dalam Indonesia, merek-merek air minum pada negara lain seperti Arab Saudi, Qatar, Oman, Amerika Serikat, hingga Negeri Sakura masih menggunakan kemasan berbahan polikarbonat. Bahkan lembaga US Environmental Protection Agency (EPA), badan independen pemerintah Amerika Serikat yang bertugas untuk urusan proteksi lingkungan, menetapkan referensi batas aman paparan BPA bagi manusia adalah 50 mikrogram/kg per berat badan per hari.

Air minum di kemasan berbahan plastik polikarbonat banyak dituduh mengandung luruhan BPA dan juga menjadi pemicu berbagai penyakit seperti gangguan hormon, autisme pada anak, kemandulan, hingga kanker. Namun, tuduhan ini dibantah oleh beberapa pakar kemampuan fisik yang dimaksud menyatakan bahwa hingga pada waktu ini belum ada penelitian ilmiah yang digunakan membuktikan BPA ataupun air minum pada kemasan yang digunakan terbuat dari substansi plastik polikarbonat dapat menyebabkan gangguan kebugaran bagi manusia.

“Kita perlu berpedoman pada dasar bukti ilmiah penelitian terhadap paparan BPA terhadap manusia. Hingga pada waktu ini, BPA belum terbukti secara ilmiah dapat menyebabkan risiko penyakit. Penelitian paparan BPA yang ketika ini menjadi isu pada sedang penduduk masih sebatas penelitian pada hewan percobaan, bukanlah manusia. Tentu penelitian pada hewan percobaan yang dimaksud berbeda dengan jumlah agregat paparan BPA yang tersebut tidak ada sengaja kita konsumsi sehari-hari,” terang Dr. dr. Laurentius Aswin Pramono, M.Epid, SpPD-KEMD, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan subspesialis Endokrinologi, Metabolisme, kemudian Diabetes.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *