artis-indonesia.net – Romli Atmasasmita
MENGAMATI pernyataan Ketua MPR RI Bambang Susatyo pada Podcast Abraham Samad, saya apresiasi keterbukaannya. Hal ini merupakan fakta yang digunakan tidak ada dapat diabaikan pemimpin urusan politik lain juga petinggi hukum seperti Jaksa Agung serta Pimpinan KPK juga Kapolri, bahwa sumber korupsi di area negeri ini berasal dari suap dan juga money politics yang digunakan selama ini bukan berhasil diberantas oleh Kejaksaan serta KPK.
Layaknya hilang satu berkembang seribu dan juga rakyat tiada jemu-jemunya juga jeda menyaksikan koruptor meninggalkan masuk rumah tahanan. Melihat kenyataan perkembangan korupsi sedemikian buruknya, ada yang dimaksud menyarankan pemberantasan korupsi seperti di tempat China kemudian Korea Utara, yakni koruptor kemudian keluarganya dihukum mati. Apakah harus sedemikian kejamnya pemidanaan di tempat Indonesia yang tersebut masyarakatnya menganut filosofi Pancasila?
Kehadiran Pakta Integritas yang dijadikan standar penilaian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kinerja birokrasi sudah pernah terbukti gagal mengubah keadaan internal birokrasi yang dimaksud terus-menerus menjadi harapan warga luas, khususnya di menjelaskan fungsi pelayanan publik.
Fakta dari beberapa tindakan hukum korupsi melibatkan pejabat umum antara lain adalah sikap dan juga perilaku keserakahan (greedy) bukanlah kesulitan kemiskinan. Korupsi, suap, juga gratifikasi yang tersebut diadakan oknum pejabat masyarakat merupakan bentuk pengkhianatan terhadap 270 jt jiwa rakyat yang tersebut 35 persen di area antaranya berada pada garis kemiskinan.
Situasi kemudian kondisi sosial kebijakan pemerintah lalu krisis hukum yang terjadi pada pemberantasan korupsi dan juga kilas balik perkembangannya dapat dikembalikan terhadap konflik pandangan antara idealisme juga pragmatisme hukum. Beberapa abad yang dimaksud lampau sampai pada waktu ini pandangan hukum masih berlandaskan positivisme hukum masih mendominasi.
Pandangan ini hanya saja mengawasi bekerjanya hukim hanya sekali dari sudut aplikasi mobile hukum terhadap fakta perkembangan sosial yang mana terjadi kemudian merugikan rakyat tanpa mempertimbangkan ada tidaknya pengaruh juga efeknya terhadap warga luas, apakah merugikan atau menguntungkan, apakah seseorang yang telah lama dihukum hidupnya menjadi tambahan baik dari sebelum dihukum.
Pandangan positivisme hukum tiada memperoleh tempat di tempat di rakyat progresif yang tersebut menuntut agar hukum dapat bekerja tambahan baik juga bermanfaat baik bagi diri pribadi orang yang digunakan dihukum maupun bagi rakyat lalu negara. Perspektif ini menghendaki agar dapat berperan lebih lanjut pada fungsinya sebagai sarana pembaruan publik (law as a tool of social engineering). Hukum dapat menjalankan fungsi sebaik-baiknya tak semata-mata semata-mata mengatur agar keberadaan penduduk tertib lalu teratur, melainkan juga dapat memberikan arah keberadaan publik tambahan maju daripada sebelumnya.
Namun, hukum pada waktu ini sangat tergantung pada pemilik kekuasaan yang tersebut dijabat berdasarkan lalu bersumpah setia pada UUD dan juga UU lainnya. Ketika pemilik kekuasaan bukan miliki kesadaran diri (self-awareness) untuk menjalankan tugas lalu tanggung jawab dan juga kewajiban untuk menggunakan hukum lalu menjalankannya dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan melindungi hak-hak setiap orang yang digunakan sudah ada dijamin UUD juga UU.